Jumat, 04 April 2014

Bahasa Sebagai Alat Komunikasi

Bahasa Sebagai Alat Komunikasi

Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan sarana ekspresi diri. Komunikasi tidak akan berjalan dengan baik apabila ekspresi diri kita tidak diterima atau tidak dipahami orang lain atau lawan bicara.
Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita memiliki tujuan tertentu, diantaranya:
-       Kita ingin dipahami orang lain
-       Kita ingin agar gagasan atau pemikiran kita dapat diterima oleh orang lain
-       Kita ingin meyakinkan orang lain terhadap pandangan kita
-       Kita ingin orang lain menanggapi hasil pemikiran kita

Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi kita harus mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan baik atau tidak. Berkomunikasi dengan bahasa dapat  berupa lisan maupun tulisan. Berkomunkasi melalui lisan, yaitu dalam bentuk simbol bunyi dimana setiap simbol bunyi memiliki ciri khas tersendiri. Bahasa sebagai alat komunikasi juga tidak hanya dilakukan dengan satu bahasa saja melainkan banyak bahasa tergantung tempat, situasi dan kondisi.
Contoh bahasa sebagai alat komunikasi berupa:
Alat-alat itu digunakan untuk berkomunikasi misalnya gerak badaniah, alat bunyi-bunyian, lukisan, gambar, dan sebagainya.
Contohnya :
- Bunyi alarm (suasana tanda bahaya gempa bumi/bencana alam)
- Adanya asap menunjukkan bahaya kebakaran
- Suara adzan untuk tanda segera melakukan sholat
- Telepon genggam untuk memanggil orang pada jarak jauh
- Simbol rambu-rambu lalu lintas yang berada di jalan
- Gambar peta yang menunjukkan jalan
- Melambaikan tangan berarti untuk menyampaikan salam

Menggunakan Bahasa Indonesia Secara baik dan benar

Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

    Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai  dengan kaidah bahasa baku, baik kaidah untuk bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan. Penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat diartikan sebagai pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasaran dan mengikuti kaidah yang ditetapkan. Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar memiliki beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu. Misalnya, pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi prioritas utama.

Ciri – ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut :
1.     Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat yang baku.
Contoh :” Kami sedang menyaksikan pertandingan itu.”, bukan “Pertandingan itu kami sedang saksikan.”
2.     Penggunaan kata-kata baku.
Contoh : “Seru sekali” dan bukan “Seru banget”, “Tampan” bukan “Ganteng”.
3.     Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis (EyD / Ejaan yang Disempurnakan). Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
4.     Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Belum ada lafal baku yang sudah ditetapkan, tetapi secara umum lafal baku dapat diartikan sebagai lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat ataupun bahasa daerah. Misalnya: habis, bukan abis ; atap, bukan atep.
5.     Penggunaan kalimat secara efektif. Bahasa baku sebenarnya mengharuskan komunikasi secar efektif : pesan dari pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca sesuai maksud yang ingin disampaikan.

Masalah yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain adalah  yang disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang tanpa kita sadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal seperti ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak sesuai dan tidak baik.

Contoh nyata dalam pertanyaan sehari-hari dengan menggunakan bahasa yang baku:
Apakah kamu sudah menyelesaikan tugas yang saya berikan?
Apa yang kamu lakukan saat liburan kemarin?

Contoh ketika dalam dialog seorang dosen dengan mahasiswa
Dosen : Rio, Apakah kamu sudah menyelesaikan tugas yang saya berikan kemarin?
Rio      : Sudah Pak, nanti akan saya kirim melalui email.

Kata-kata diatas adalah kata yang sesuai untuk digunakan dalam lingkungan sosial.

Contoh lain dalam tawar-menawar di pasar, misalnya, pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian, keheranan, atau kecurigaan. Akan sangat ganjil bila dalam tawar - menawar dengan tukang sayur atau tukang ojek kita memakai bahasa baku.
(1)   Berapakah Ibu mau menjual kentang ini?
(2)   Apakah Bang ojek bersedia mengantar saya ke Stasiun Gambir dan berapa ongkosnya?
Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu. Untuk situasi seperti di atas, kalimat (3) dan (4) berikut akan lebih tepat.
(3)   Berapa nih, Bu, kentangnya?
(4)   Ke Stasiun Gambir, Bang. Berapa?

Bahasa indonesia yang baik dan benar merupakan bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti, bentuk bahasa baku yang sah dibuat agar secara luas masyarakat indonesia dapat berkomunikasi menggunakan bahasa nasional.